Apr 30, 2017

Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Etika Bisnis



Sella Irawati Suzanti
( 1A214117 )

3EA43



PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi global yang semakin meningkat dewasa ini menuntut perusahaan atau organisasi untuk mampu menangkap peluang bisnis baik secara lokal maupun internasional. Perekonomian global dengan segala pernak-perniknya banyak menawarkan dampak yang positif terutama terjadinya interaksi antara negara dengan perekonomian yang telah maju dengan negara-negara dengan perekonomian yang sedang berkembang. Interaksi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama ekonomi sehingga mampu membawa manfaat seperti pengenalan teknologi baru, adanya akses ke pasar baru dan terjadinya penciptaan industri baru (Stiglitz, 2000).

Kunci utama untuk memenangkan persaingan di pasar global dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan adalah dengan menciptakankeunggulan kompetitif (competitive advantage). Selain itu juga dalam era globalisasi suatu perusahaan juga dituntut untuk mampu melakukan praktek-praktek manajemen yang berorientasi pada keterbukaan (transparancy), fokus pada perubahan, berinovasi secara terus menerus dan mampu mengembangkan kepemimpinan yang bersifat kolektif (Barbey, 2000).

Untuk menjawab tantangan dan isu-isu global tersebut oleh perusahaan maka diperlukan adanya sistem pengelolaan perusahaan yang baik dan setiap personil yang mengedepankan etika, agar nantinya misi dan visi perusahaan yang telah digariskan mampu tercapai. Bahkan GCG telah dijadikan bagian dari keunggulan bersaing (competitive advantage) perusahaan guna memasuki pasar global dan meraih kepercayaan dari para stakeholder(supplier, investor, konsumen, pemerintah, karyawan dan masyarakat) (Chi-Kun Ho, 2005). Isu ini menjadi penting karena masyarakat internasional saat ini menuntut suatu perusahaan yang ingin bersaing dipasar internasional harus mampu bersikap terbuka (transparency), bertanggung jawab (responsibility), berkeadilan (fairness), mandiri (independency) dan memiliki kredibilitas (accountability). Dengan demikian diharapkan dengan adanya perubahan dan transformasi peran dan fungsi sumber daya manusia dari bersifat mendasar dan tradisional menjadi peran dan fungsi bisnis dan strategis diharapkan akan mampu mewujudkan sistem tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan mampu bertanggung jawab secara sosial (corporate social responsibility) sehingga dapat membawa perusahaan mampu berbicara dan menjawab tantangan pasar global sekaligus meningkatkan keunggulan bersaingnya (competitive advantage).

Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan (OECD, 2004). Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

Etika bisnis adalah salah satu yang terpenting dalam upaya penerapan GCG tersebut. Menerapkan etika bisnis secara konsisten hingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Belakangan banyak muncul pertanyaan mengenai apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Seandainya tidak dilaksanakan, suatu entitas tetap dapat berjalan dengan baik dan mmberikan keuntungan.

Jika etika bisnis yang sehat adalah yang dicapai oleh perusahaan, maka menerapkan suatu prinsip Good Corporate Governance oleh suatu perusahaan dapat sebagai salah satu satu alat untuk mencapai etika bisnis yang baik tersebut. Pentingnya tata kelola perusahaan yang sehat untuk stabilitas pasar dan kepercayaan pasar penerapan GCG sebagai bagian dari etika bisnis ini pada gilirannya dapat mempengaruhi pasar dan menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam proses pengambilan keputusan. Contoh, pemegang saham menanamkan modalnya untuk membiayai perusahaan, dan tentu saja mereka mengharapkan agar perusahaan dikelola dengan baik untuk memastikan bahwa investasinya aman dan dapat memberikan tingkat pengembalian yang tinggi.Perusahaan tidak dapat memberikan pengembalian terhadap investasi pemegang saham, jika produk yangdihasilkannya tidak dibeli oleh konsumen. Maka penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa kebutuhan konsumen dipenuhi dengan barang dan jasa yang kompetitif.

Penerapan GCG dan mengedepan etika dibandingkan dengan kepentingan pemilik memang tidak mudah. Tapi pasti ada manfaat yang diperoleh oleh perusahaan, dan bukan hanya sesaat tetapi jangka panjang. Memang ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, namun akan sangat membantu memastikan kita untuk terus dapat mengembangkan bisnis. Jika perusahaan tidak perlu dikelola dengan baik, siapa yang dapat memastikan bahwa ada perlindungan kepada semua stakeholder? Kalau sudah hilang kepercayaan pasar, apakah kira-kira masih besar kesempatan untuk berkembang?

DEFINISI

Pengertian Good Corporate Governance
Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate governance sebuah isu penting di kalangan para eksekutif, organisasi – organisasi NGO, para konsultan korporasi, akademis, dan regulator (pemerintah) di berbagai belahan dunia. Isu – isu yang terkait dengan corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab social (corporate social  responsibility)dan perlindungan investor telah menjadi ungkapan – ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para pelaku usaha. Corporate governance juga telah menjadi salah satu isu paling penting bagi para pelaku usaha diberbagai belahan dunia, termasuk pengusaha di Indonesia.

Dengan perkembangan – perkembangan di atas isu corporate governanceyang tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance. Merupakan hal yang sia – sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend atau kepatuhan terhadap regulasi tanpa memahami makna dan manfaatnya.

Prinsip Good Governancemerupakan kaidah, norma ataupun pedoman harus digunakan oleh pimpinan perusahaan dan para pegawai agar segala tindakan maupun keputusan yang dilakukannya adalah dalam rangka mendukung kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Kaidah, norma ataupun pedoman yang digunakan harus mengikuti kaidah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun ketentuan pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan pada perusahan publik.  Agar praktek-praktek good governancemenjadi tindakan yang nyata dari pimpinan dan para pegawainya, maka diperlukan suatu  pedoman Good Corporate Governance (GCG).

Banyak difinisi yang berkaitan dengan corporate governance, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis  organisasi yang lain, menjadicoporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Good Corporate Governance sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu  pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. (Sutojo dan Aldridge, 2008).
  2. Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia. Komite Cadbury, Tjager (2003) mendefinisikan Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.
  3. Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
  4. Menurut OCED ( Organization for economic co-operation and development) Mendefenisikan corporate governancesebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good corporate governancejuga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
  5. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good corporate governanceadalah kumpulan hukum, peraturan – peraturan dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
  6. Menurut Prakarsa dari Universitas Indonesia (kalangan akademis) Good corporate governaceadalah mekanisme administratif   yang mengatur hubungan   –   hubungan   antara   menejemen   perusahaan,   komisaris,   direksi, pemegang saham dan kelompok – kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain. Hubungan  –  hubungan  ini  dimanifiestasikan  dalam bentuk  berbagai  aturan permainan   dan   sistem   intensif  sebagai   framework   yang diperlukan   untuk menentukan tujuan – tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.

Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi,dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders)  lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan.

Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.

Etika adalah Seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk, merupakan bidang ilmu yang bersifat normatif berperan menentukan mana yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam Al Qur’an disebut dengan khuluk (etika), Khayr (kebaikan), Birr (kebenaran), Qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan) dan ma’ruf (mengetahui dan menyetujui).

Sedangkan etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yaitu yang mencangkup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.

TUJUAN

Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Di Indonesia, penerapan Good Corporate Governance telah dibuatkan pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya yang baru dirilis tahun 2006 lalu berjudul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”.
GCG bagi suatu perusahaan dimaksudkan  sebagai pedoman manajemen dan pegawai dalam menjalankan praktek bisnis yang memenuhi persyaratan Good Governance.Sedangkan tujuannya adalah:
  1. Memaksimalkan value Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dipercaya dan  dapat dipertanggung jawabkan.
  2. Memastikan pengelolaan Perusahaan dilakukan secara profesional, transparan,dan efisien.
  3. Mewujudkan kemandirian dalam membuat keputusan sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing pimpinan dalam Perusahaan tersebut.
  4. Memastikan setiap pegawai dalam perusahaan berperan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan.
  5. Mewujudkan praktek bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governancesecara konsisten.

Menurut Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
  1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
  2. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
  3. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
  4. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting lain yang berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah diterapkan.

RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Good Corporate Governance
Good    Corporate    Governance    tercipta    apabila    terjadi    keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar, yaitu:
  1. Perlindungan hak pemegang saham
  2. Persamaan perlakuan pemegang saham
  3. Peranan stakeholdersterkait dengan bisnis
  4. Keterbukaan dan transparansi
  5. Akuntabilitas dewan komisaris

Dalam konteks tumbuhnya kesadaran dan arti penting Corporate Governanceini, Organization for Economic Corporation and Development(OECD) telah mengembangkan sperangkat prinsip – prinsip Good Corporate Governancedan dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi, dimasing – masing Negara. Prinsip – prinsip diharapkan menjadi titik rujuk bagi para regulator (pemerintah)  dalam  membangun  framework bagi  penerapan  corporate governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip – prinsip ini dapat menjadi guidanceatau pedoman dalam mengelaborasi best practice bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan.

Prinsip – prinsip OECD mencakup lima bidang utama yaitu :
  1. Pertanggungjawaban (Responsibility), Yaitu kesesuaian di dalam pengelolahan perusahaan terhadap peraturan perundang - undangan yang berlaku dan prinsip - prinsip korporasi. Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang saham juga kepada stakeholdertetapi juga kepada pihak – pihak yang berkepntingan lainnya.
  2. Transparansi (Transparency), Yaitu  keterbukaan  dalam  melaksanakan  proses  pengambilan  keputusan dan   keterbukaan   dalam mengemukakan   informasi   materiil   dan   relevan mengenai perusahan. Perusahaan  harus menyediakan informasi yang material dan  relevan  dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan mengenai struktur dan operasi korporasi.
  3. Akuntabilitas (Accountability), Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan tanggung jawab organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
  4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness), Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak – hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang – undang yang berlaku. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan  kepentingan  pemegang  saham  dan  pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
  5. Independensi (Independency), Yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai  dengan  peraturan  perundang  –  undang yang  berlaku  dan  prinsip  – prinsip korporasi yang sehat. Untuk  melancarkan  pelaksanaan  asas Good   Corporate  Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ.

Prinsip ini diwujudkan dengan  kesadaran bahwa tangung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang; menyadari akan adanya tangung jawab social; menghindari penyalahgunaan kekuasaan; menjadi profesional dan menjunjung etika; memelihara lingkungan bisnis yang sehat.

Pelaksanaan Pedoman Umum Good Corporate Governanceoleh perusahaanperusahaan di Indonesia baik perusahaan terbuka (Emiten/Perusahaan Publik) maupun perusahaan tertutup pada dasarnya bersifat comply and explain. Di mana perusahaan diharapkan menerapkan seluruh aspek Pedoman Good Corporate Governanceini. Apabila belum seluruh aspek pedoman ini dilaksanakan maka perusahaan harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut beserta alasannya dalam laporan tahunan.

Ruang Lingkup Etika
Etika adalah cabang filosofi yang menyatakan tentang perilaku apa yang benar atau yang seharusnya dilakukan (Brooks & Paul, 2012:130). Etika dapat pula diartikan sebagai pandangan hidup untuk berperilaku sesuai norma yang berlaku. Ada empat teori etika yang biasanya digunakan yaitu utilitarianism, deontology, justice dan fairness, dan virtue ethics.

Menurut teori utilitarianism, perilaku etis akan menghasilkan kesenangan yang maksimal atau setidaknya meminimalkan perasaan sakit. Yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil keputusan yang menggunakan teori utilitarianism adalah kesenangan yang didapatkan juga harus menjadi kesenangan di dalam level masyarakat, tidak hanya level individu. Misalnya pemberian bonus kepada CEO juga harus mempertimbangkan kepuasan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Karena bisa saja dengan pemberian bonus tersebut akan mengurangi jatah upah tenaga kerja. Jika ini dilakukan maka kesenangan yang diperoleh hanya ada pada level CEO. Dengan utilitarianism, pengambil keputusan tersebut harus mempertimbangkan kesenangan yang diperoleh tenaga kerja.

Kemudian deontology menyatakan perilaku yang etis dipertimbangkan melalui motivasi pengambil keputusan. Deontologysaling melengkapi dengan utilitarianism dalam mewujudkan perilaku etis. Sedangkan teori justice dan fairness membahas tentang keadilan merupakan kebutuhan yang lahir karena sifat serakah manusia. Misalnya dua orang manusia memiliki keinginan yang sama, dua orang tersebut akan memperebutkan keinginan tersebut.

Kemudian teori virtue ethics menyatakan bahwa kebahagiaan dalam hidup diperoleh dengan cara menjalani hidup dengan kebaikan. Sehingga virtue ethics lebih berfokus pada moralitas pengambil keputusan bukan seperti utilitarianism yang membahas dari sisi konsekuensi dari perbuatan atau seperti deontology yang membahas dari sisi motivasi pengambil keputusan.

Kemudian KNKG (2006) menyatakan prinsip dasar yang harus dimiliki perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai yang menggambarkan sikap moral dalam menjalankan usahanya, melaksanakan etika bisnis secara berkesinambungan sehingga membentuk budaya perusahaan, dan rumusan etika bisnis dituangkan dalam pedoman perilaku agar dapat diterapkan.

UNSUR-UNSUR GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Sutedi (2012) mengatakan terdapat unsur-unsurCorporate Governance yang berasal dari dalam perusahaan (yang selalu diperlukan di dalam perusahaan) serta ada unsur-unsur yang ada diluar perusahaan (yang selalu diperlukan diluar perusahaan) yang menjamin berfungsinya Good Corporate Governance.

Corporate Governance – Internal Perusahaan
Unsur yang berasal dari dalam perusahaan dan unsur yang selalu diperlukan didalam perusahaan, kita namakan Corporate Governance – Internal Perusahaan.
Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan:
  1. Pemegang saham
  2. Direksi
  3. Dewan komisaris
  4. Manajer
  5. Karyawan/serikat pekerja
  6. Sistem remunerasi berdasar kinerja
  7. Komite audit

Unsur-unsur yang selalu diperlukan didalam perusahaan, diantaranya meliputi:
  1. Keterbukaan dan kerahasiaan (disclosure)
  2. Transparansi
  3. Accountability
  4. Fairness
  5. Aturan dari Code of Conduct

Corporate Governance – External Perusahaan
Unsur yang berasal dari luar perusahaan dan unsur yang selalu diperlukan diluar perusahaan, dinamakan Corporate Governance – External Perusahaan.
Unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah:
  1. Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum
  2. Investor
  3. Institusi penyedia informasi
  4. Akuntan publik
  5. Instusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan
  6. Pemberi pinjaman
  7. Lembaga yang mengesahkan legalitas

Unsur yang selalu diperlukan diluar perusahaan antara lain meliputi:
  1. Aturan dari Code of Conduct
  2. Fairness
  3. Accountability
  4. Jaminan hukum

Perilaku partisipasi perilaku Corporate Governance yang berada didalam rangkaian unsur-unsur tersebut (eksternal dan internal) menentukan kualitas Corporate Governance.

PENUTUP

Good corporate governance dan etika merupakan konsep yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Perusahaan harus menerapkan perilaku-perilaku etis untuk dapat melaksanakan good corporate governance. Dengan begitu, dapat ditentukan titik temu antara kepentingan perusahaan (manajemen) dan kepentingan para stakeholder.

Pada akhirnya, dengan terlaksananya good corporate governance, perusahaan akan menjalankan usaha secara berkelanjutan. Sehingga dalam sistem ekonomi pasar bebas seperti era sekarang, perusahaan memiliki kepercayaan dari masyarakat dan daya saing tinggi dalam beroperasi demi mewujudkan keuntungan yang maksimal baik bagi perusahaan maupun bagi semua pihak stakeholder.



REFERENSI

http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/etik-dan-good-corporate-governance-ggc-sebuah-cara-mewujudkan-entitas-bisnis-yang-sehat_57df999e7593733941aef017
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4561/Bab%202.pdf?sequence=10

Apr 16, 2017

Perspektif Etika Bisnis menurut Islam dan menurut Barat



Disusun  Oleh :

Sella Irawati Suzanti
(1A214117)
3EA43


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Etika dalam dunia bisnis adalah hal yang harus diperhatikan kaarena dengan adanya etika di dalam bisnis maka secara langsung maupun tidak langsung pandangan para konsumen akan memberikan dampak yang positif. Dengan penerapan etika bisnis juga dapat membuat para konsumen menjadi puas dikarenakan service yang diimplementasikan memberikan kenyaman yang dirasakan oleh para konsumen. Bayangkan apabila di dalan suatu bisnis tidak ada penerapan etika pasti bisnis tersebut akan terancam punah karena pelayanan yang diberikan tidak memperhatikan kepuasan para konsumen dan patilah konsumen akan mencari perusahaan lain dengan pelayanan yang lebih baik
Dalam makalah yang kami buat tidak hanya menerangkan manfaat apa saja yang diberikan etika bisnis dalam suatu perusahaan namun kami juga menjelaskan tentang prinsip-prinsip etika bisnis dalam prespektif Islam dan prespektif Barat. Kedua prespektif ini akan menjelaskan masing-masing kelebihan dan kelemahannya dan diharapkan kita dapat memilah prespektif mana yang lebih baik kita gunakan dalam menerapkan etika pada bisnis yang kita tekuni.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka saya dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa itu etika bisnis?
2. Bagaimana prinsip etika bisnis menurut prespektif islam?
3. Bagaimana prinsip etika bisnis menurut presektif barat?
4.       
1.3  Tujuan Dan Manfaaat Penelitian
Tujuan dari penulisan penelitian pada perusahaan berbasis Syariah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu etika bisnis.
2. Untuk mengetahui prinsip etika bisnis menurut prespektif islam
3. Untuk mengetahui prinsip etika bisnis menurut presektif barat.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Etika dan Bisnis
Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara moral.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’,tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dalam penggunaannya kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat  Al-Baqarah ; 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan ilmu fikih:
1.      Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan   keuntungan.
2.      Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
3.      Menurut cara yang diperbolehkan penjelasan dari pengertian diatas :
4.      Perdagangan adalah suatu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang lain.
5.      Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul.
6.      Perdagangan yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
7.       
2.2 Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt.
2.3  Dasar Hukum
1.      Al Baqarah : 282
Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
2.      An Nisa’ : 29
Yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
3.      At Taubah : 24
Yang artinya:  Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
4.      An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
5.      As Shaff : 10
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.

2.3Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1.      Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2.      Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3.      Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.      Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5.      Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.

2.3  Paduan Rasulullah dalam Etika Bisnis
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1.      Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya”(H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2.      Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3.      Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat(H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4.      Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw  mengatakan, “Allah merahmati  seseorang yang ramah  dan toleran  dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5.      Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6.      Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7.      Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8.      Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9.      Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10.  Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11.  Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12.  Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos(kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13.  Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung”(H.R. Jabir).
14.  Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15.  Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16.  Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17.  Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman(QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Teori dan Sistematika Etika Bisnis
Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang  berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
3.2 Etika dalam Perpektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
1.      Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2.      Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3.      Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4.      Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5.      Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
6.      Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
3.3  Etika Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1.      Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama,  konsepUtility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.
2.      Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3.      Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
-        Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
-        Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
-        Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
-        Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
  -        Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.



PENUTUP

Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis.
Prinsip ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.
Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :
1.      Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
2.      Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3.      Tidak melakukan sumpah palsu
4.      Ramah tamah
5.      Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik. 
Referensi: