BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Budaya
atau
kebudayaan
berasal dari
bahasa
Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam
bahasa
Inggris, kebudayaan disebut
culture,
yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Indonesia adalah
negara yang indah yang kaya akan kekayaan alam dan budaya. Budaya yang ada di Indonesia mengandung makna kearifan
lokal bagi masyarakat di wilayah asal budaya itu dikenal. Dan juga mengandung
arti kehidupan yang mendalam tentang kecintaan masyarakat terhadap Tuhan,
lingkungan, serta hubungan sesama manusia. Lebih dari 20 suku terdapat
di Indonesia dan lebih dari 100 budaya ada di Indonesia.
Salah satunya
adalah Suku Jawa yang
merupakan suku bangsa
terbesar diIndonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7%
penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain
di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka
banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga
memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain.[4] Selain
itu, suku Jawa ada pula yang berada di negaraSuriname, Amerika Tengah karena
pada masa kolonial Belanda suku
ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa Suriname.
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini antara lain :
1. Memperkenalkan
budaya Jawa
2. Mengetahui
pandangan hidup masyarakat Jawa
3. Mengetahui
bahasa yang digunakan oleh suku Jawa
4. Mengetahui
sistem perekonomian masyarakat Jawa
5. Mengetahui
aksara Jawa
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Budaya Jawa
Budaya
Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa
khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara
garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa
Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan,
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung
tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah,
DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa
termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar
negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan.
Di Malaysia dan Filipina dikenal
istilah keris karena pengaruh Majapahit. LSM Kampung Halaman
dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang
menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi
pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar
di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negara kretagama menjadi
satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia.
Menurut
Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Budaya Jawa termasuk unik
karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi
beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.
II.2 Pandangan hidup masyarakat Jawa
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam
semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di
dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam
pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan
kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia
atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti,
yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah
mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah
manusia menyerahkan diri selaku kawula terhadap gustinya.
|
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan
bukan muslim santri yaitu yang telah mencampurkan beberapa konsep dan cara
berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam adikodrati.
Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup
merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah
pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu
sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang
mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan
alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah
ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan
bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu atau
merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan
manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan
manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang
religius.
Alam pikiran orang Jawa
merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos
dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan
hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural da penuh
dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran
orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama
dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan
antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam
semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang ditujukan dengan
adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang
semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta terdiri
dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan
memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan tehadap
dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan
lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia
sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi
kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan
batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa, pusat di
dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja
adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan
berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti
halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton sebagai kediaman raja
. karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja
merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa
ketentraman, keadilan dan kesuburan
II.3 Bahasa
yang digunakan
Sebahagian
besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan harian.
Sebuah tinjauan pendapat yang dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekad
1990-an menunjukkan bahawa hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18%
menggunakan campuran bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, dengan yang lain
menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka. Keturunan-keturunan
masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah bahasa yang sangat sopan
dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua, menghargai orang-orang yang
menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat mempunyai erti yang luas.
Selain
definisi tersebut, bangsa jawa juga berkaitan dengan bahasa yang
digunakan oleh suku Jawa juga penting diketahui. Ada dua jenis bahasa Jawa.
Adapun dua jenis bahasa tersebut yaitu sebagai berikut :
- Bahasa
Jawa Ngoko, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan
kepada orang yang sudah akrab, orang yang lebih muda usianya atau lebih
rendah status sosialnya
- Bahasa
Jawa Kromo, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan
kepada orang yang belum akrab, tetapi sabaya atau memiliki status sosial
yang sama serta kepada orang yang usianya lebih tua atau yang lebih tnggi
status sosialnya
II.4 Sistem
perekonomian masyarakat Jawa
Sistem
perekonomian masyarakat Jawa mencakup :
Pertanian
Yang
dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan),
tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah,
kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga
ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella
Perikanan
Adapun usaha
yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan
laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu,
jala dan jarring
Peternakan
Binatang
ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama
menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan
pertanian.
Adapun mata pencaharian dalam suku Jawa atau
masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani di sawah
maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga
masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat
pantai.
II.5 Aksara Jawa
Aksara Jawa (atau dikenal dengan nama
hanacaraka atau carakan adalah aksara jenis abugida turunan aksara Brahmi
yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa
Jawa, bahasa Makasar, bahasa Sunda[1], dan bahasa Sasak[1]. Bentuk aksara Jawa
yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad
ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul
pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi
dari aksara Kawi atau dikenal dengan Aksara Jawa Kuno yang juga merupakan
abugida yang digunakan sekitar abad ke-8 – abad ke-16. Aksara ini juga memiliki
kedekatan dengan aksara Bali. Nama aksara ini dalam bahasa Jawa adalah
Dentawiyanjana.
Ha Na Ca Ra
Ka = ono wong loro ( ada dua orang )
Da Ta Sa Wa
La = podho kerengan ( mereka berdua berantem / berkelahi )
Pa Dha Ja Ya
Nya = podho joyone ( sama-sama kuatnya )
Ma Ga Ba Tha
Nga = mergo dadi bathang lorone ( maka dari itu jadilah bangkai semuanya / mati
dua-duanya karena sama kuatnya)
BAB
III
ANALISIS
SWOT
III.1 Strength (Kekuatan)
Budaya Jawa memiliki ciri yang terletak
pada kemampuan luar biasa kebudayaan Jawa untuk membiarkann diri dibanjiri oleh
gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari luar dan dalam namun masih
mampu mempertahankan keasliannya. Kebudayaan Jawa justru tidak menemukan diri
dan berkembang kekhasannya dalam isolasi, melainkan dalam pencemaan
masukan-masukan dari luar.
Keunggulan budaya Jawa dalam bertanding
dengan kultur lain terletak pada keseimbangan berolah rasa, olah jiwa dan olah
pikir. Tripartite olah rasa-jiwa-pikir itu, menjiwai seluruh lelaki bagi wong
Jawa tulen. Impact langsungnya, kearifan jiwa dan kerendahan hati seorang Jawa
terselubung dalam segala keputusan intelektualnya.
Nilai dan etika Jawa sebagai bagian dari
kebbudayaan Jawa merupakan sebuah tuntunan bagi setiap individu dalam masyarakat
Jawa bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya. Nilai dan etika Jawa
berbentuk prinsip hidup yang dipegang erat oleh semua orang Jawa. Adapun nilai
dan etika yang dimaksud antara lain: prinsip rukun, prinsip hormat, tepa
selira, nrimo ing pandum, sepi ing pamrih rame ing gawe memayu hayuning bawana,
ajining diri soko lathi ajining rogo soko toto, sura dira jayadiningrat lebur
dening pangastuti dan sebaginya.
III.2 Weaknesses (Kelemahan)
Kurangnya minat masyarakat terhadap
kebudayaan akan mempengaruhi usaha dalam pelestarian serta kurangnya kepedulian
terhadap kebudayaan dan tingkat kesadaran masyarakat Jawa terhadap
kebudayaannya cenderung masih kurang karena masyarakat Jawa lebih memilih
budaya asing yang mereka anggap lebih modern.
III.3 Opportunities (Kesempatan)
Suku Jawa memiliki kebudayaan yang unik
dan menarik di mata dunia. Oleh sebab itu, wisatawan asing sering berkunjung ke
pulau Jawa terutama Jawa Tengah. Banyaknya acara-acara yang menampilkan
berbagai macam kebudayaan Jawa, hal ini dapat menarik minat para wisatawan
untuk mempelajari kebudayaan Jawa serta menarik para wisatawan mancanegara
untuk berkunjung ke Jawa.
III.4 Threats (Hambatan)
Budaya Jawa telah hilang rohnya sebagai
dampak benturan budaya sekuleritis nan menghedonistis. Fenomena memudarnya
budaya Jawa dapat dilihat dari sudut pandang perilaku konsumerisme, menurunnya
jumlah rumah ala Joglo yang sebenarnya tahan gempa dan bagaimana fungsi hukum
adat yang tergerus elevansi global.
Dibidang hukum, terlihat adanya hilangnya
peran hukum yang disebabkan karena pemaksaan kehendak penguasa dan tergerus
arus globalisasi serta penyesuaian hukum-hukum adat dengan hukum internasional.
Ketiga aspek yang mengindikasikan memudarnya budaya Jawa ini merupakan akibat
dari merosotnya nilai filsafat Jawa yaitu memayu hayuning bawana. Sebuah nilai
filsafat yang memuat nilai persaudaraan, hormat kepada sesama dan alam sekitar,
dan menjaga keseimbangan hidup yang mulai ditinggalkan kaum muda jaman
sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa
http://www.karatonsurakarta.com/orangjawa.html
http://newirfanmuhluster.wordpress.com/2014/02/04/10-fakta-tentang-suku-jawa-yang-perlu-anda-tahu/
http://rayhan-imam.blogspot.com/2012/06/makalah-analisa-swot.html?m=1