PENDAHULUAN
Etika bisnis merupakan sikap atau perilaku untuk melakukan kegiatan bisnis,
yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Dalam penerapannya, etika bisnis tentunya harus memperhatikan nilai-nilai
norma dan moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu, hal tersebut
juga dapat diterapkan atau dimunculkan di dalam perusahaan sendiri karena etika
bisnis sangat berkaitan dengan profesional bisnis.
Semua perusahaan pasti meyakini bahwa suatu prinsip bisnis yang baik
merupakan prinsip yang selalu memperhatikan etika yang telah berlaku termasuk
hukum dan peraturan-peraturan. Etika bisnis memiliki beberapa prinsip yang
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan agar dapat mencapai tujuan
yang dimaksud.
ISI
Prinsip Etika dalam Bisnis Serta Etika
dan Lingkungan
1.
Prinsip Otonomi dalam Etika Bisnis
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa
perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan
dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip
otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk
mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan
misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan
sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan
keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai
dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu,
maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak
eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut
dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan
yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya ataupun
komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai
profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi.
Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan
nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan
keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam
menjalankan etika bisnis.
Dua perusahaan atau lebih sama-sama berkomitmen dalam
menjalankan etika bisnis, namun masing-masing perusahaan dimungkinkan
menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing
perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya.
Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter internal dan
pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi meskipun
dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun masing-masing
perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan etika bisnis.
Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan
fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial
yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis, (2) dalam tanggung
jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat
dalam arti luas.
2.
Prinsip Kejujuran dalam Etika Bisnis
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai
yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan
bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap
karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis
berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri
sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu
dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan
terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap
semua pihak terkait.
3.
Prinsip Keadilan dalam Etika Bisnis
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur
bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait
memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan
bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif
dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada
bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang
dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran
umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip
keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua
pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga
yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok
bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik
perusahaan dan lain-lain.
4.
Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri dalam Etika Bisnis
Pinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis
merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu
sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri
bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang
menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama.
Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat
tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para
pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan,
maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh
semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan untuk memberikan
respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Dengan
demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang sama terhadap
perusahaan. Sebagai contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis
: manajemen perusahaan dengan team wornya memiliki falsafah kerja dan
berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik terhadap perusahaan. Demikian
juga, jika para manajemennya berorientasikan pada pemberian kepuasan kepada
karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan prestasinya maka dapat
dipastikan karyawan akan makin loya terhadap perusahaan.
Hak dan Kewajiban Dalam Etika Bisnis
Setiap karyawan
yang bekerja di sebuah perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
Kewajiban
dalam mencari mitra (rekanan) bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk
bekerjasama, saling menguntungkan diantara kedua belah pihak dalam pencapaian
tujuan yang telah disepakati bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung
tinggi nilai-nilai moral yang terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap
karyawan terhadap mitra bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah
melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan suatu tindakan yang baik. lalu bagian
SDM perusahaan akan mencoba untuk menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak
sesuai dengan tujuan perusahaan, dan menemukan dimana terjadinya letak
kesalahan serta mencari solusi yang tepat untuk menindak lanjuti kembali agar
bisnis yang dijalankan dapat meningkat secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan hanya
kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat
diperlukan, diantaranya:
Hak untuk
mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar perusahaan, hak untuk mendapatkan
perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk
memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap
karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih
utama, seperti: kepercayaan, keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan
sifat pekerja keras agar terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara
kedua belah pihak bisnis tersebut.
Teori Etika dan Lingkungan
-
Ekosentrisme
Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan
biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena
terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang
antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.
Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas.
-
Antroposentrisme
Adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang
paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil
dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi
adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan
mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan
mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh
karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sasaran bagi pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan
manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
-
Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada
komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada
ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem
seluruhnya (ekosentrism). Etika lingkungan biosentrisme adalah etika lingkungan
yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Sehingga bukan hanya
manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga
tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral
dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka
sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Keraf (2005
: 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan
hidup:
1. Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature
Alam mempunyai hak untuk dhormati, tidak saja karena
kehidupan manusia tergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan
ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam.
2. Prinsip tanggung jawab atau moral responsibility for
nature
Prinsip tanggung jawab bersama ini, setiap orang
dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini
sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi seakan milik pribadinya.
3. Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity
Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk
menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam.
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau
caring for nature
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam
merupakan prinsip moral, yang artinya tanpa mengharapkan balasan.
5. Prinsip tidak merugikan atau no harm
Merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak
perlu. Tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi
makhluk hidup lainnya.
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara
hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
7. Prinsip keadilan
Lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus
berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan
bagaimana sistem sosial harus diatur.
8. Prinsip demokrasi alam semesta sangat beraneka ragam.
Demokrasi memberi tempat yang seluas-luasnya bagi
perbedaan, keanekaragaman, dan pluralitas. Oleh karena itu orang yang peduli
terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis.
9. Prinsip integritas moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai
sikap dan perilaku terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang
mengamankan kepentingan publik.
Contoh Kasus pada PT. Indofood
Kasus
Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate
dan benzonic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh
digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan
telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong,
dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk
dari Indomie.
Kasus Indomie
kini mendapat perhatian anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala
BPOM Kustatinah. Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie
ini bisa terjadi, apalahi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu
akan adanya zat berbahaya yang terkandung didalam produk Indomie. A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung
didalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzonic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian
untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatas maksimal 0,15%. Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung
nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasan mie instan tersebut. Tetapi
kadar kimia yang adal dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk
dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas
ketetapan aman untuk dikonsumsi yaitu 250 mg per kg untuk mie instan dan 1.000
mg nipagin per kg dalam makanan lain kecuali daging, ikan, dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat beresiko
terkena penyakit kanker. Menurut Kustatinah, Indonesia yang merupakan anggota
Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan
Internasional tentang regulasi mutu, gizi, dan keamanan produk pangan. Sedangkan
Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang di pasarkan di Taiwan
seharusnya untuk di konsumsi di Indonesia. Dan karena standar diantara kedua
negara berbeda timbulah kasus Indomie ini.
Harga yang
ditawarkan oleh Indomie sekitar Rp.1500, tidak jauh berbeda dari harga Indomie
di Indonesia, sedangkan mie instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp.
5000 per bungkusnya. Disamping harga yang murah, Indomie juga memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan produk mie instan asal Taiwan. Dan juga banyak
TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dai Indomie selain karena
harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie. Tentu saja
hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produk mereka
menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak
perindustrian Taiwan mengklaim telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak dikonsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan. Hal tersebut
sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan
bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium dengan hasil yang dapat
dipertanggung jawabkan dan menyatakan bahwa produk Indomie telah diterima
dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Dari fakta
tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan
disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan
produsen lokal. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak sedari dulu produk
Indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie
masuk pasar Taiwan? Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk
dikonsumsi pada saat produk tersebut sudah menjadi produk yang diminati di
Taiwan. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada persaingan bisnis yang
telah melanggar etika dalam berbisnis.
Hal-hal yang
dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada perusahaan PT Indofood
secara hukum:
UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 3 F yang
berisi mengingkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 A
tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/ jasa.
UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 8 yang
berisi pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang yang dimaksud.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari kasus Indomie di Taiwan dapat
dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. dimana terjadi kasus yang
merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah bersaing dengan
produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang berasal dari
Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie di Taiwan,
tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan Global.
Saran
Bagi pihak perindustrian Taiwan agar
tidak serta merta menyatakan bahwa produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi,
apabila ingin melindungi produsen dalam negeri, pemerintah bisa membuat
perjanjian dan kesepakatan yang lebih ketat sebelum pengekspor-impor dilakukan.
Karena kasus tersebut berdampak besar bagi produk Indomie yang telah dikenal
oleh masyarakat Indonesia maupun warga negara lain yang memperdagangkan Indomie
asal Indonesia.
REFERENSI
http://www.bisnis.com/manajemen/read/20161003/56/589055/kiat-sukses-menerapkan-4-prinsip-etika-bisnis
http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-dan-prinsip-etika-bisnis.html
http://rbarianto005.blogspot.com/2016/10/tugas-softskill-prinsip-etika-dalam.html
http://vickyanggraini18.blogspot.com/2014/10/etika-bisnis-pada-pt-indofood.html