Oct 28, 2014

Kebudayaan Masyarakat Jawa


BAB I
PENDAHULUAN

I.1        Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Indonesia adalah negara yang indah yang kaya akan kekayaan alam dan budaya. Budaya yang ada di Indonesia mengandung makna kearifan lokal bagi masyarakat di wilayah asal budaya itu dikenal. Dan juga mengandung arti kehidupan yang mendalam tentang kecintaan masyarakat terhadap Tuhan, lingkungan, serta hubungan sesama manusia. Lebih dari 20 suku terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 budaya ada di Indonesia.
Salah satunya adalah Suku Jawa yang merupakan suku bangsa terbesar diIndonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain.[4] Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di negaraSuriname, Amerika Tengah karena pada masa kolonial Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa Suriname.

I.2        Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1.    Memperkenalkan budaya Jawa
2.    Mengetahui pandangan hidup masyarakat Jawa
3.    Mengetahui bahasa yang digunakan oleh suku Jawa
4.    Mengetahui sistem perekonomian masyarakat Jawa
5.    Mengetahui aksara Jawa



 BAB II
PEMBAHASAN

II.1      Budaya Jawa
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan.
Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit. LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negara kretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia.
Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.

II.2      Pandangan hidup masyarakat Jawa  
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri selaku kawula terhadap gustinya.  
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan bukan muslim santri yaitu yang telah mencampurkan beberapa konsep dan cara berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam adikodrati.
Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural da penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan

II.3      Bahasa yang digunakan
Sebahagian besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan harian. Sebuah tinjauan pendapat yang dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekad 1990-an menunjukkan bahawa hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan campuran bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, dengan yang lain menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka. Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat mempunyai erti yang luas. 
Selain definisi tersebut, bangsa jawa juga berkaitan dengan  bahasa yang digunakan oleh suku Jawa juga penting diketahui. Ada dua jenis bahasa Jawa. Adapun dua jenis bahasa tersebut yaitu sebagai berikut : 
  1. Bahasa Jawa Ngoko, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan kepada orang yang sudah akrab, orang yang lebih muda usianya atau lebih rendah status sosialnya
  2. Bahasa Jawa Kromo, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan kepada orang yang belum akrab, tetapi sabaya atau memiliki status sosial yang sama serta kepada orang yang usianya lebih tua atau yang lebih tnggi status sosialnya

II.4      Sistem perekonomian masyarakat Jawa
Sistem perekonomian masyarakat Jawa mencakup :
Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella
Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jarring

 Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.

Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.

Adapun mata pencaharian dalam suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani di sawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.



                        

II.5      Aksara Jawa
Aksara Jawa (atau dikenal dengan nama hanacaraka atau carakan  adalah aksara jenis abugida turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Sunda[1], dan bahasa Sasak[1]. Bentuk aksara Jawa yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul
pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi atau dikenal dengan Aksara Jawa Kuno yang juga merupakan abugida yang digunakan sekitar abad ke-8 – abad ke-16. Aksara ini juga memiliki kedekatan dengan aksara Bali. Nama aksara ini dalam bahasa Jawa adalah Dentawiyanjana.
Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro ( ada dua orang )
Da Ta Sa Wa La = podho kerengan ( mereka berdua berantem / berkelahi )
Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone ( sama-sama kuatnya )
Ma Ga Ba Tha Nga = mergo dadi bathang lorone ( maka dari itu jadilah bangkai semuanya / mati dua-duanya karena sama kuatnya)







 BAB III
ANALISIS SWOT

III.1     Strength (Kekuatan)
Budaya Jawa memiliki ciri yang terletak pada kemampuan luar biasa kebudayaan Jawa untuk membiarkann diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari luar dan dalam namun masih mampu mempertahankan keasliannya. Kebudayaan Jawa justru tidak menemukan diri dan berkembang kekhasannya dalam isolasi, melainkan dalam pencemaan masukan-masukan dari luar.
Keunggulan budaya Jawa dalam bertanding dengan kultur lain terletak pada keseimbangan berolah rasa, olah jiwa dan olah pikir. Tripartite olah rasa-jiwa-pikir itu, menjiwai seluruh lelaki bagi wong Jawa tulen. Impact langsungnya, kearifan jiwa dan kerendahan hati seorang Jawa terselubung dalam segala keputusan intelektualnya.
Nilai dan etika Jawa sebagai bagian dari kebbudayaan Jawa merupakan sebuah tuntunan bagi setiap individu dalam masyarakat Jawa bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya. Nilai dan etika Jawa berbentuk prinsip hidup yang dipegang erat oleh semua orang Jawa. Adapun nilai dan etika yang dimaksud antara lain: prinsip rukun, prinsip hormat, tepa selira, nrimo ing pandum, sepi ing pamrih rame ing gawe memayu hayuning bawana, ajining diri soko lathi ajining rogo soko toto, sura dira jayadiningrat lebur dening pangastuti dan sebaginya.

III.2     Weaknesses (Kelemahan)
Kurangnya minat masyarakat terhadap kebudayaan akan mempengaruhi usaha dalam pelestarian serta kurangnya kepedulian terhadap kebudayaan dan tingkat kesadaran masyarakat Jawa terhadap kebudayaannya cenderung masih kurang karena masyarakat Jawa lebih memilih budaya asing yang mereka anggap lebih modern.

III.3     Opportunities (Kesempatan)
Suku Jawa memiliki kebudayaan yang unik dan menarik di mata dunia. Oleh sebab itu, wisatawan asing sering berkunjung ke pulau Jawa terutama Jawa Tengah. Banyaknya acara-acara yang menampilkan berbagai macam kebudayaan Jawa, hal ini dapat menarik minat para wisatawan untuk mempelajari kebudayaan Jawa serta menarik para wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Jawa.

III.4     Threats (Hambatan)
Budaya Jawa telah hilang rohnya sebagai dampak benturan budaya sekuleritis nan menghedonistis. Fenomena memudarnya budaya Jawa dapat dilihat dari sudut pandang perilaku konsumerisme, menurunnya jumlah rumah ala Joglo yang sebenarnya tahan gempa dan bagaimana fungsi hukum adat yang tergerus elevansi global.
Dibidang hukum, terlihat adanya hilangnya peran hukum yang disebabkan karena pemaksaan kehendak penguasa dan tergerus arus globalisasi serta penyesuaian hukum-hukum adat dengan hukum internasional. Ketiga aspek yang mengindikasikan memudarnya budaya Jawa ini merupakan akibat dari merosotnya nilai filsafat Jawa yaitu memayu hayuning bawana. Sebuah nilai filsafat yang memuat nilai persaudaraan, hormat kepada sesama dan alam sekitar, dan menjaga keseimbangan hidup yang mulai ditinggalkan kaum muda jaman sekarang.




DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa
http://www.karatonsurakarta.com/orangjawa.html
http://newirfanmuhluster.wordpress.com/2014/02/04/10-fakta-tentang-suku-jawa-yang-perlu-anda-tahu/
http://rayhan-imam.blogspot.com/2012/06/makalah-analisa-swot.html?m=1

No comments:

Post a Comment