Disusun Oleh :
Sella Irawati Suzanti
(1A214117)
3EA43
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Etika dalam dunia bisnis adalah hal
yang harus diperhatikan kaarena dengan adanya etika di dalam bisnis maka secara
langsung maupun tidak langsung pandangan para konsumen akan memberikan dampak
yang positif. Dengan penerapan etika bisnis juga dapat membuat para konsumen
menjadi puas dikarenakan service yang diimplementasikan memberikan kenyaman
yang dirasakan oleh para konsumen. Bayangkan apabila di dalan suatu bisnis
tidak ada penerapan etika pasti bisnis tersebut akan terancam punah karena
pelayanan yang diberikan tidak memperhatikan kepuasan para konsumen dan patilah
konsumen akan mencari perusahaan lain dengan pelayanan yang lebih baik
Dalam makalah yang kami buat tidak
hanya menerangkan manfaat apa saja yang diberikan etika bisnis dalam suatu
perusahaan namun kami juga menjelaskan tentang prinsip-prinsip etika bisnis
dalam prespektif Islam dan prespektif Barat. Kedua prespektif ini akan
menjelaskan masing-masing kelebihan dan kelemahannya dan diharapkan kita dapat
memilah prespektif mana yang lebih baik kita gunakan dalam menerapkan etika
pada bisnis yang kita tekuni.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan di atas maka saya dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa itu etika bisnis?
2. Bagaimana prinsip etika bisnis
menurut prespektif islam?
3. Bagaimana prinsip etika bisnis
menurut presektif barat?
4.
1.3
Tujuan Dan Manfaaat Penelitian
Tujuan dari
penulisan penelitian pada perusahaan berbasis Syariah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu etika
bisnis.
2. Untuk mengetahui prinsip etika
bisnis menurut prespektif islam
3. Untuk mengetahui prinsip etika
bisnis menurut presektif barat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Etika dan Bisnis
Secara
etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani
ethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep
terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah,
wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas
atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara
moral.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu
yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada
tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas
atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik
dan buruk.
Kata bisnis
dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’,tadayantum,
dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan
dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara,
tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun
walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut
ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an ,
at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip
ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir
dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dalam penggunaannya kata tijarah pada
ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan
perdagangan yaitu pada surat Al-Baqarah ; 282. Kedua, dipahami dengan
perniagaan dalam pengertian umum.
Dari
penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada
hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari
keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial,
bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan
kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya
dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt,
bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses
administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan
cara penipuan, dan kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi
tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu
menurut mufassir dan ilmu fikih:
1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah
pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis
adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau
pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
3. Menurut cara yang diperbolehkan
penjelasan dari pengertian diatas :
4. Perdagangan adalah suatu bagian
muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang lain.
5. Transaksi perdagangan itu
dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam bentuk ijab dan
qabul.
6. Perdagangan yang dilaksanakan
bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
7.
2.2
Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dari
uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip
moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis
adalah suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika
diperlukan dalam bisnis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau
kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi,
maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis merupakan etika
terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik
dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha
yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan
menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud
dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang
dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis,
mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum
terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika
bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis
masalah-masalah etis dalam bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang
pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt.
Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan
yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus
jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat,
Negara dan Allah swt.
2.3 Dasar Hukum
1.
Al Baqarah : 282
Yang
artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah
ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
2.
An Nisa’ : 29
Yang artinya
:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup
juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh
diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
3.
At Taubah : 24
Yang
artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
4.
An Nur : 37
Yang artinya
: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.
5.
As Shaff : 10
Yang artinya
: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.
2.3Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dalam hal ini, etika bisnis islam
adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam
mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal
sebagai berikut :
1. Membangun kode etik islami yang
mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran
agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis
dari resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum
dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka
sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah
tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai
dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus
diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi
dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis
dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5. Sebuah hal yang dapat membangun
persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
2.3 Paduan Rasulullah dalam Etika Bisnis
Rasululah SAW sangat banyak
memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis
adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling
mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran
dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan
seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan
aibnya”(H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur
dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di
sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak
ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun
(menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya,
berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi
kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi
Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu
dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual,
tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah
saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam
bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat(H.R.
Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan,
karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli
atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh
berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis,
harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SawÂ
mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan
toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang
pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan
niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang
lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah
seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang
dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar
ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar
harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh).
Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang
benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar
diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu
kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan
oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan
menjadi goncang”.
10. Membayar upah sebelum kering
keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada
karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa
pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan
kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan
sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang
sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik
sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang
tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi,
tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam
kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak
kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di
saat terjadi chaos(kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang
halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras,
mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena
dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan
secara cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah
barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing,
minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah
mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung”(H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela,
tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan
bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi
kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius
dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang
yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila
pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa
yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya,
Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada
naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan
bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman,
tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman(QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku
dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275).
Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
PEMBAHASAN
3.1 Teori
dan Sistematika Etika Bisnis
Sistem etika Islam secara umum
memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran
yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang
dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai
dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya pemikiran etika biasanya
didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya.
Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan
ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi
dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan
antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi
dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
3.2 Etika
dalam Perpektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat
yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama
berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan
perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka,
Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut
pandang Islam, sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian dalam Islam
adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak
perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam
adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang
kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat
baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan
asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah
mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya
harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan
duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah
perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan
Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan
tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah
menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan
keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan
tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
3.3 Etika Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika
yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi
Teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua
konsep yakni : Pertama, konsepUtility (manfaat) yang kemudian
disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada
konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak
sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah
sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang
berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis
ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua,
teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang
berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu
dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan
pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal
ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau
kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode
distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan
sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan
kerjasama antar anggota masyarakat.
2. Deontologi
Teori yang
dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau
“konsekuensi” seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan
karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang
baik.
Dalam teori
ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics).
Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar
atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar
dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi
seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum
Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis
harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3. Hybrid
Dalam teori
ini terdapat lima teori, meliputi :
-
Personal
Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick,
dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun
dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan
yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas
akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
-
Ethical
Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi
kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan.
Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa
ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap
penting oleh pengambil keputusan.
-
Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini
adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat
dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika
yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
-
Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika
itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar
pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan
perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
-
Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori
in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap
kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
1.
Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan
sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan
aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas
dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.
Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk
berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim.
Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang
yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang
selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda
kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan
mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam
bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس
المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S.
al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja
dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak
yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah :
8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting
dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan
kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus
menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan
adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak
dan sedekah.
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu
hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya
pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan
kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip
ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain
mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur
yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan
sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi)
proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka
etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan
adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau
perjanjian dalam bisnis.
PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan
hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional.
Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai
fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis.
Prinsip ekonomi, menurut para
pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.
Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu
diperhatikan dalam berbisnis :
1. Prinsip essensial dalam bisnis
adalah kejujuran
2. Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis
3. Tidak melakukan sumpah palsu
4. Ramah tamah
5. Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama,
ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka
etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis
sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang
prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba,
agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
Referensi: